Kamis, 12 Juli 2012

Kasus enron


KASUS ENRON

RINGKASAN KASUS ENRON

Di bulan Oktober 2001, Enron mengumumkan pembebanan sebesar $ 1M setelah pajak ke laba kuartal ketiga dan penurunan ekuitas sebesar $ 1,2M. Bulan berikutnya, Enron mengumumkan keinginannya untuk menyajikan ulang laporan tahunan tahun 1997-2000 dan membukukan beban tambahan sebesar $ 569 juta. Kerugian tersebut mengakibatkan menurunnya kepercayaan penanam modal dan memicu klausul akselerasi dalam utangnya yang berakibat bangkrutnya Enron.
            Enron menggunakan teknik keuangan Entitas Bertujuan Khusus (EBK) untuk menutupi utang ratusan juta dolar dari investor dan menghindari pengakuan rugi investasi. SPE telah digunakan selama beberapa decade sebagai teknik pendanaan yang sah. Banyak penjual ritel, yang menjual piutang kartu kredit berlabel pribadi kepada sebuah SPE yang membelinya dengan dana yang berasal dari penjualan obligasi kepada investor public. Investor mendapatkan investasi yang berkualitas dan perusahaan mendapatkan kas yang dibutuhkan.
            Enron merupakan perusahaan yang menyalah gunakan SPE. Enron membentuk perusahaan bayangan dengan kapitalisasi rendah dan menggunakannya untuk membeli aktiva pada harga yang tinggi, sehingga Enron dapat meningkatkan laba. Enron menggunakan SPE untuk aktivitas lindung nilai guna melindungi portofolio investasinya. SPE memberikan jaminan kepada Enron untuk melindungi investasinya dari penurunan nilai. Karena SPE bermodal tipis dan dikelola oleh eksekutif Enron, pada dasarnya Enron mengasuransikan dirinya sendiri.
            Dalam laporan tahunannya, Enron memperlakukan SPE sebagai perusahaan independen yang tidak terkonsolidasi dengan Enron, sehingga Enron dapat menyembunyikan kerugian yang belum direalisasi dari investor. Enron mengungkapkan SPE tersebut dalam catatan kaki atas pihak hubungan istimewa.

Hubungan antara kasus Enron dengan audit
Dalam kasus di atas, Enron Nampak sedang mengalami kerugian. Untuk menutupi kerugiannya itu, Enron menggunakan teknik keuangan Entitas Bertujuan Khusus (EBK). Teknik ini dugunakan Enron untuk menutupi utang ratusan juta dolar dari investor dan menghindari pengakuan rugi investasi.
            Dalam kasusnya ini, Enron juga menggunakan SPE sebagai teknik pendanaan yang sah. Namun, Enron melakukan penyalahgunaan SPE dengan membentuk perusahaan bayangan dengan kapitalisasi rendah dan menggunakannya untuk membeli aktiva pada harga yang tinggi, sehingga Enron dapat meningkatkan laba. Enron juga menggunakan SPE untuk aktivitas lindung nilai guna melindungi portofolio investasinya. SPE memberikan jaminan kepada Enron untuk melindungi investasinya dari penurunan nilai. Di sini terlihat adanya hubungan yang tidak sehat antara Enron dengan SPE. Bahkan Enron memperlakukan SPE sebagai perusahaan independen yang tidak terkonsolidasi dengan Enron, sehingga Enron dapat menyembunyikan kerugian yang belum direalisasi dari investor. Enron mengungkapkan SPE tersebut dalam catatan kaki atas pihak hubungan istimewa.
Dalam kasus Enron ini sebaiknya perlu dibentuk Dewan Direksi dan Komite Audit. Sehingga dengan pembentukan Dewan Direksi dan Komite Audit ini dapat meningkatkan pertanggung jawaban perusahaan, dan memastikan perusahaan telah dioperasikan dengan cara yang terbaik untuk kepentingan para pemegang saham, dan dengan komite audit ini diharapkan dapat menjadi penghubung antara auditor dan manajemen. Selain itu, dengan dibentuknya komite audit ini dapat memperkuat independensi auditor.
Guna melindungi kepentingan banyak pihak, dalam menngani kasus yang ada pada Enron ini juga perlu dilakukan pembenahan  pada Independensi Auditor, dimana auditor ini tidak boleh memposisikan diri atau pertimbangannya di bawah kelompok apapun dan siapapun. Diharapkan dengan adanya independensi auditor ini dapat terbentuk suatu independensi, integritas, dan objektivitas  yang dapat mendorong pihak ketiga untuk menggunakan laporan keuangan yang tercakup dalam laporan auditor dengan rasa yakin dan percaya sepenuhnya.
di buat untuk tugas audit

Organisasi nirlaba


Organisasi nirlaba dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: yang pertama instansi pemerintah,Dan dalam penerapan akuntansinya tunduk pada Standar Akuntansi Pemerintahan. Dan yang bukan instansi pemerintah, penerapan akuntansinya berdasarkan pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 45, tentang Pelaporan Keuangan. Seperti yang kita ketahui bersama- sama bahwa organisasi nirlaba adalah organisasi yang karakteristiknya sangat berbeda dengan organisasi bisnis. Dalam menjalankan kegiatannya organisasi nirlaba tidak semata-mata di pengaruhi oleh profit. Perbedaan yang paling mendasar dalam hal sumber daya yang di butuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas dari operasi dari masing-masing organisasi tersebut. Dalam organisasi nirlaba yang mendapat sumber danannya dari penyumbang (donator) dan mereka tidak mengharapkan imbalan, Walaupun penyumbang (donator) tidak mengharapkan imbalan, namun pada hakikatnya Organisasi nirlaba harus mempunyai akuntabilitas terhadap donator. Di karenakan para donatur ingin tahu dana yang mereka berikan dikelola dengan baik dan dipergunakan untuk kepentingan publik bukan untuk di gelapkan atau di pergunakan secara pribadi.
            Dalam prakteknya Menyusun laporan keuangan untuk organisasi nirlaba cukup sulit di karenakan Sumber daya yang sangat kurang dalam organisasi tersebut. Namun, ini bukan merupakan hal yang menjadi alasan organisasi nirlaba tidak membuat laporan keuangan mereka. Laporan keuangan yang di susun dalam organisasi nirlaba sangat  sederhana tanpa harus mengacu kepada standar pelaporan keuangan entitas nirlaba sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 45 (PSAK 45). Karena organisasi nirlaba juga tetap harus melakukan pertanggung jawaban atas apa yang di lakukan (semua aktivitas) dalam kegiatan kepada Donatur dan Publik.
Dalam PSAK 45 laporan keuangan entitas nirlaba meliputi laporan posisi keuangan pada akhir periode pelaporan, laporan aktivitas serta laporan arus kas untuk satu periode pelaporan, dan catatan atas laporan keuangan. Cukup jelas  bahwa di katakan dalam entitas nirlaba telah diatur dalam dalam PSAK 45, namun kenyataanya banyak dari organisasi Nirlaba khusus nya di Indonesia belum sanggup untuk melaksanakannya.Hal tersebut dapat terjadi di karenakan alasan yang telah di jelaskan di atas, karena keterbatasan sumber daya dan organisasi menjadi salah satu faktor yang membuat pelaksanaan PSAK 45 belum banyak diterapkan.Namun ada juga organisasi nirlaba yang mampu menerapkan PSAK 45 baik full mengacu pada PSAK 45 atau yang tidak hanya mengacu kepada PSAK 45.
Pemilik panti asuhan untuk membeli peralatan panti asuhan,dan hal lain berkaitan dengan panti, dan di nikmati( di gunakan) oleh pemilik Panti, Bukankah seharusnya dalam akuntansi hal tersebut seharusnya di bedakan antara kebutuhan Panti dan pribadi. Organisasi Nirlaba Di Indonesia perkembangannya  sangat pesat mulai dari pendidikan, keagamaan dan lain-lain. Oleh karena itu Pemerintah di tuntut agar mengawasi kinerja dari organisasi tersebut sebagai regulator untuk menentukan kebijakan-kebijakan dalam penyusunan, system Laporan pertanggung jawaban dari  masing-masing Organisasi Nirlaba dan bagaimana Pajak yang harus di bebankan pada Organisasi tersebut. Dan kembali kita di harapkan kepada masyrakat juga sebagai user dapat melihat sisi-sisi dari berbagai sudut dalam regulasi yang di atur untuk Organisasi Nirlaba untuk menanggapi regulasi yang telah di tetapkan oleh Pemerintah sudah sesuai atau belum, karena Kompleksnya Organisasi Nirlaba tersebut menuntut semua elemen tidak di rugikan dalam hasil Kebijakan yang di tetapkan.